P2MI

Perkumpulan yang dibentuk perusahaan MSG Indonesia untuk memberikan edukasi mengenai apa itu sebenarnya MSG

Artikel Terakhir

Selamat Idul Adha 1443H

Pendapat Ahli

Munculnya anggapan tentang bahaya MSG bagi kesehatan pertama kali dikemukakan oleh Dr. Ho Man Kwok setelah berkirim surat ke New England Journal of Medicine pada tahun 1988. Dalam suratnya dia menceritakan kemungkinan penyebab gejala yang dia alami setiap kali makan di restoran China di Amerika Serikat. Belakangan gejala itu dikenal dengan istilah “Sindrom Restoran China”. Hardinsyah menjelaskan, MSG atau monosodium glutamat atau oleh masyarakat dikenal vetsin sama sekali tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Apa yang dirasakan oleh Ho Man Kwok merupakan reaksi dari tubuhnya yang alergi dengan bahan yang terkandung dalam zat glutamate tersebut. "Berdasarkan sebuah penelitian memang ditemukan ada sebagian orang merasa alergi dengan MSG," kata Hardi, sapaan akrabnya ketika menjadi pembicara dalam diskusi "Gizi Seimbang dari Bahan Tambahan Pangan Halal" yang diselenggarakan oleh Forum Warta Pena dan Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia di Jakarta.

Prof. Dr. M. Hardinsyah. M.S

Pembahasan mengenai Monosodium Glutamate atau MSG memang masih ramai diperbincangkan karena begitu banyaknya mispersepsi yang terjadi di kalangan masyarakat mengenai efek negatifnya terhadap kesehatan. Penggunaan bumbu penyedap rasa tidak berbahaya bagi kesehatan selama penggunaannya dilakukan dengan bijak. Dalam artian bahan penyedap rasa tersebut digunakan sesuai dengan porsinya dan tidak berlebihan. Selain itu, sebagai masyarakat sehat pun kita diharapkan untuk selalu memperhatikan gizi yang seimbang. Jika kita memperhatikan asupan gizi dengan baik dan menggunakan MSG dalam porsi yang tepat dan seperlunya, tentunya tubuh akan tetap sehat dan tidak perlu mengkhawatirkan kembali efek negatif dari MSG terhadap kesehatan. Hal ini yang perlu disadari oleh masyarakat agar persepsi mengenai penggunaan MSG tidak lagi rancu dan mengakibatkan tumbuhnya berbagai asumsi yang kurang tepat.”

Prof. DR. Dr. Nurpudji A. Taslim, MPH, SpGK(K)